Jumat, 14 Januari 2011

Iman dan Pengorbanan.
H.A.Shafwan Nawawi


            Fakta sejarah yang dilakoni oleh Rasululullah dan sahabatnya yang kemudian tercatat sebagai generasi al-Sabiqun al-Awwalun, tidak ada yang luput dari beragam tantangan, ancaman dan pengorbanan. Pengorbanan yang diberikan itu,  menuntut ketahanan mentalitas, sebagaimana juga meminta kekuatan fisik dan ketersediaan material. Namun hasilnya ialah kemenangan panjang yang gemilang dan sekaligus pewarisan peradaban yang luas dan fenonemenal.
          Yang menarik dan penting dicatat ialah bahwa semangat berkorban tersebut  justru ada pada setiap individu generasi pertama tersebut, baik di dalam diri laki-laki dan perempuan, pada yang tua dan yang muda, di kalangan di kaya dan si miskin , serta mereka yang memegang posisi jabatan atau hanya sebagai pengikut biasa.
          Tidak ada hegemoni masyarakat Islam yang begitu kuat sepanjang sejarah, kecuali masyarakat generasi awal umat Islam tersebut. Hal ini telah diabadikan Allah swt dalam surah al-Taubah ayat 100 (terjemahannya)
Generasi awal (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.
          Apa yang istimewa pada mereka, secara lahir arkeologis tidak ada yang menonjol bisa dilihat, karena keistimewaan mereka itu bukan dalam bentuk fisik-material, tapi berbentuk kekuatan ruhiyah, yang sebenarnya bisa ditumbuh kembangan pada setiap genarasi muslim, yaitu kekuatan iman kepada Allah. Keimanan yang integral antara konsep Quran dan makna iman yang dijelaskan dan implementasikan oleh Rasulullah.
          Iman dalam konsep al-Quran  memberikan konotasi    yakin, taat,  cinta dan takut, harap, dan masih banyak lagi yang lainnya. Makna-makna tersebut dapat dilihat pada Qs: 2:3, Qs, 8:2-5, 4:65 ,33:36 dan banyak lagi yang lainnya. Namun yang pasti ialah bahwa iman itu tidak bisa dipisahkan dengan ujian dan pengorbanan. Ujian dan pengorbanan merupakan indikator ada dan lurusnya iman setiap orang.  Allah berfirman dalam Surah al-Ankabut ayat 2
 Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta?
 Artinya ujian dalam iman merupakan suatu sunnatullah. Asal ada iman otomatis ada ujian akan datang dan ujian itu selalu meminta pengorbanan mulai dari pengorbanan perasaan, harta bahkan pengorbanan nyawa.
          Nabi Ibrahim disebut dalam al-Quran sebagai bagian dari sosok orang-orang beriman dan segala macam bentuk ujian iman dilaluinya dengan sukses. Pertama, ia pernah diuji sabar tidak punya anak dan menunggu puluhan tahun, tanpa solusi, sampai ia diizinkan kawin lagi dan baru dapat anak ismail. Ia lulus ujian . Kedua , saat anaknya yang baru lahir sebagai bayi yang mungil,   dia diuji dan harus berkorban perasaan lagi, yaitu harus pergi meninggalkan anak dan istrinya  di tengah lengang dan lekangnya padang pasir. Ibrahim lulus juga. Ujian dan pengorbanannya yang kontiniu dan menahun itu ternyata masih belum cukup, Allah memerintahkan Ibrahim supaya ia menyembelih anaknya Ismail yang baru baligh. Agaknya tidak ada pengorbanan yang lebih berat, dari Ibrahim, karena anak yang ditunggu puluhan tahun, dan berpisah sejak bayi, belasan tahun, harus pula disembelih dengan tangan sendiri. Ternyata luar biasa, Ibrahim lulus lagi.
          Begitulah yang dialami oleh semua Nabi dan Rasul . Tidak ada yang tidak mengalami ujian, baik harta mau diri sendiri. Dan begitu juga yang dialami para sahabat dan pemimpin, ulama dan pahlawan, baik ujian itu bersifat  jama’i atau sendiri-sendiri. Yang laki yang perempuan, semuanya menerima ujian dan harus berkorban. Seakan sorga itu tidak akan dimiliki , kecuali oleh yang telah lulus ujian dan telah berkorban. Namun ternyata memang begitu: Allah berfirman:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.
          Pengorbanan Nabi Ibrahim diwariskan sebagai bagian syari’at Islam dalam bentuk penyerahan seekor ternak kambing, yang sebenarnya, harganya terjangkau untuk semua orang. Namun Islam tidak menjadikan ini sebagai ibadah wajib, karena fungsinya hanyalah  agar umat manusia bertaqarrub pada Allah, dan bahwa dulu pernah ada manusia yang berkorban, demi imannya pada Allah, dan kambing atau biri-biri, hanyalah simbol bagi kelulusannya dalam ujian iman.
          Dengan iman, tidak ada ujian yang tidak bisa dilalui. Dengan iman manusia rela berkorban dan dengan iman pula manusia bisa bertahan dalam kebaikan dan kebenaran, hingga ia bisa selamat dunia dan akherat.
           Di saat  dunia semakin maju, lalu lintas keyakinan dan budaya begitu pesat, sementara pintu maksiat terbuka luas , individualitas semakin nyata, maka adalah suatu yang paling harga dan sangat dibutuhkan saat ini ialah iman dan pengorbanan yang tulus, baik untuk individu maupun untuk suatu komunitas umat. Dengan iman semuanya dimulai , dengannya hidup dijalani dan bersamanya kemenangan diraih.
Wallahu A’lam.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar